Jumat, 31 Agustus 2012

MASALAH KULIT PADA BAYI


 Ini jelas bukan masalah sepele. Kalau dibiarkan atau ditangani secara salah, bisa-bisa menjadi lahan yang subur bagi tumbuhnya bakteri. Pada gilirannya akan menyebabkan penyakit yang lebih parah. Apa saja masalah kulit pada anak dan bagaimana penanganannya? Berikut penjelasan dari Dr. Susmeiati H. Sabardi, Sp.KK dari RSAB Harapan Kita, Jakarta.

RUAM POPOK
Istilah kedokterannya eksim atau dermatitis popok, yaitu kelainan kulit yang timbul akibat radang di daerah yang tertutup popok. Biasanya di sekitar daerah kemaluan, lipatan paha, pantat, dubur, dan perut bagian bawah.
Ruam popok sering timbul pada bayi atau anak berusia di bawah 3 tahun yang masih menggunakan popok. Gejalanya, bila ringan, hanya berupa kemerahan pada kulit di daerah yang tertutup popok. Bila makin parah, timbul bintil-bintil merah, lecet/luka, bersisik, kadang basah, dan bengkak. Bayi pun jadi rewel karena merasa nyeri ketika buang air kecil atau buang air besar.
Ruam popok juga bisa mengakibatkan infeksi jamur kandida ataupun infeksi bakteri. Tandanya, kulit makin merah dan basah, lebih bengkak, dan bernanah.
* Penyebab
- Iritasi kulit pada daerah yang tertutup popok karena cara pemakaiannya tak benar.
- Tak segera mengganti popok setelah bayi/anak buang air kecil atau besar. Urin dan feses (tinja) yang tidak segera dibersihkan akan membentuk amonia dan meningkatkan keasaman (pH) kulit sehingga akhirnya menyebabkan iritasi.
- Terlalu lama tidak mengganti popok sekali pakai dapat membuat kulit jadi lembab, panas, lebih rentan terhadap gesekan, serta mudah teriritasi.
- Popok kain tidak dibilas bersih setelah dicuci dengan deterjen atau bahan pemutih. Sisa deterjen atau pemutih dapat menjadi penyebab iritasi.
* Pencegahan
- Kurangi kelembapan dan gesekan kulit dengan popok dengan segera menggantinya. Terutama setelah buang air besar.
- Ganti popok sekali pakai bila tampungan urin sudah penuh. Dapat dilihat bila popok sudah terlihat berat dan tebal.
- Sering-seringlah memeriksa popok supaya tak terlambat diganti. Terutama pada pemakaian malam hari.
- Sewaktu mengganti popok, bersihkan dulu daerah sekitar kemaluan secara lembut dengan air hangat. Boleh juga gunakan sabun bayi yang lembut setelah bayi buang air besar, kemudian bilas dengan guyuran air supaya kotoran larut dan terlepas. Keringkan dengan handuk atau kain yang lembut, angin-anginkan sebentar sebelum dipakaikan popok yang baru. - Bedak, krim, atau salep untuk bayi, boleh digunakan sekadar mengurangi gesekan saja. Namun jangan gunakan bedak atau salep bila kulit belum dibersihkan dan dikeringkan. Terlebih saat masih basah oleh urin dan ada luka. Bedak atau salep justru akan menggumpal di daerah yang basah dan akhirnya mempermudah timbulnya infeksi jamur maupun bakteri.
- Biarkan bayi tidak memakai popok selama 2-3 jam sehari agar kulit bisa "bernapas", tidak panas, dan lembap.
- Hindari penggunaan popok yang terlalu ketat, terbuat dari bahan yang kaku dan tebal, terlalu menutup, atau bahkan yang terbuat dari plastik.
- Pilih popok yang baik, terbuat dari katun, serta lembut.
- Hindari popok sekali pakai yang mengandung parfum, pilih yang berdaya serap tinggi, serta pas di tubuh anak.
* Penanggulangan
1. Stadium ringan
- Segera ganti popok tiap kali buang air kecil dan buang air besar. Bersihkan dengan air hangat, bila perlu dengan sabun bayi yang lembut. Bilas dengan air sampai bersih dan keringkan.
- Oleskan krim/salep khusus untuk melindungi kulit yang sedang radang.
- Bila luka membasah, kompres dengan air garam atau air formula PK selama 1/2- 1 jam sebanyak 2-3 kali sehari sampai kulit kering. Setelah itu, angin-anginkan. Olesi luka dengan losion/krim yang mengandung air sebagai langkah berikutnya.
2. Radang masih berlanjut & tambah parah
- Segera bawa ke dokter.
KERAK KEPALA
Sering juga disebut sarap atau borokan. Dalam istilah kedokteran, disebut craddle cap atau dermatitis seboroik, yaitu kelainan kulit pada kepala berupa sisik berminyak, tebal, lengket, dan biasanya berwarna kemerahan.
* Penyebab
Tak diketahui secara pasti. Namun dari penelitian yang pernah dilakukan, kerak kepala diketahui sebagai peradangan kulit di daerah yang berminyak (seboroik) karena ada gangguan pada kelenjar minyak. Kelainan ini juga bersifat genetik (diturunkan). Pada bayi baru lahir hal ini sering terjadi karena aktivitas kelenjar sebasea yang meningkat oleh pengaruh stimulasi hormon androgen dari ibu saat hamil. Biasanya mulai timbul pada usia 2-3 minggu (bulan pertama).
* Penanggulangan
- Bersihkan dengan hati-hati karena kulit kepala bayi masih halus dan tipis.
- Meski tak berbahaya, bila dibiarkan terkesan kotor dan tak enak dilihat. Bisa pula menjadi sumber infeksi karena menjadi tempat tumbuhnya bakteri.
- Kerak kepala juga akan menghambat keluarnya keringat. Bila dibiarkan, lapisan sel kulit yang mati akan makin banyak dan akhirnya timbul biang keringat, bisul, atau abses di kepala. Dalam jangka panjang, dapat bertambah berat dan meluas ke seluruh tubuh yang disebut entroderma yang pada bayi dikenal sebagai penyakit lemier.
- Sebaiknya bawa ke dokter. Pasien biasanya akan diberi minyak kelapa yang telah dicampur zat antiseboroik. Caranya, oleskan di kulit kepala yang berkerak dan biarkan semalaman. Esok paginya bersihkan dengan sisir bergigi rapat, lepaskan kerak pelahan-lahan dari kepala bayi. Setelah itu, keramasi dengan sampo bayi, keringkan, lalu oleskan krim obat dari dokter yang biasanya berisi steroid sebagai zat antiperadangan. Jika perawatan dilakukan dengan benar, kerak kepala akan sembuh dalam hitungan hari.
- Agar tak muncul lagi, mandikan dan keramasi bayi dengan bersih dan rutin.
BIANG KERINGAT
Istilah kedokterannya miliaria. Awam sering menyebutnya keringat buntet atau prickle heat. Merupakan kelainan kulit yang sering ditemukan pada bayi dan balita, kadang orang dewasa. Hal ini disebabkan produksi keringat yang berlebihan, disertai sumbatan pada saluran kelenjar keringat. Biasanya anggota badan yang diserang adalah dahi, leher, kepala, dada, punggung, atau tempat-tempat tertutup yang mengalami gesekan dengan pakaian.
Keluhan yang timbul biasanya berupa rasa gatal seperti ditusuk-tusuk, kulit kemerahan dan disertai gelembung-gelembung kecil berisi cairan jernih seperti kristal bening (1-2 mm). Gelembung bisa tersebar di seluruh permukaan kulit atau berkelompok pada bagian tertentu saja.
* Penyebab
- Udara yang panas dan lembab pada ruangan dengan ventilasi kurang baik.
- Memakai pakaian yang terlalu tebal dan ketat. Tekanan dan gesekan pakaian berpengaruh meningkatkan suhu tubuh.
- Aktivitas yang berlebihan pada anak kecil, misalnya ketika sedang bermain.
- Badan panas atau demam.
* Pencegahan
- Mandikan bayi secara teratur 2 kali sehari.
- Bila berkeringat, seka tubuhnya sesering mungkin dengan handuk, lap kering, atau waslap basah. Jika dengan waslap basah,sesudahnya keringkan dengan handuk lembut. Setelah itu, lipatan-lipatan tubuhnya boleh ditaburi bedak bayi tipis-tipis. Lebih baik jika bedak khusus untuk biang keringat.
- Hindari pemakaian bedak berulang-ulang tanpa mengeringkan keringat terlebih dahulu karena dapat memperparah penyumbatan dan memudahkan terjadinya infeksi bakteri atau jamur.
- Sebaiknya kenakan pakaian katun untuk anak-anak. - Jangan mengonsumsi makanan dan minuman yang masih panas.
* Penanggulangan
- Pada pripsipnya, tak perlu pengobatan khusus. Cukup dengan merawat kulit bayi secara benar dan bersih.
- Bila biang keringat berupa gelembung kecil tanpa kemerahan pada kulit, kering, dan tanpa keluhan, bayi cukup diberi bedak tabur/bedak kocok segera setelah mandi.
- Jika biang keringat menjadi luka yang basah, jangandibedaki karena akan timbul gumpalan-gumpalan yang memperparah sumbatan kelenjar keringat dan menjadi sarang kuman yang dapat menyebabkan infeksi. - Untuk keluhan yang parah, gatal, pedih, luka atau lecet, rewel dan sulit tidur, segera bawa ke dokter.
- Bila timbul bisul, jangan dipijit karenakuman akan menyebar dan meluas ke permukaan kulit lainnya.
BERUNTUS LEMAK/JERAWAT
Kelainan ini diturunkan dari orang tua tapi akan hilang dengan sendirinya tanpa pengobatan (transient). Ada dua macam beruntusan/jerawat yang ditemukan pada bayi:
* JERAWAT KOMEDO (akul neonatorum)
Sekitar 50 persen bayi mengalaminya, biasanya timbul pada usia 2-4 minggu, dan dapat berubah jadi bernanah. Jerawat bisa bertahan sampai bayi berusia 8 bulan, setelah itu akan hilang sendiri tanpa pengobatan. Biasanya terdapat di muka, dada, dan punggung.
Hingga kini belum diketahui penyebabnya. Diduga akibat kadar androgen yang tinggi pada kelenjar sebasea (minyak) yang diperoleh bayi melaui plasenta (ari-ari ibu). Pada kasus ringan, penanggulangan cukup dengan memandikan bayi.
* JERAWAT BATU (milia)
Ditemukan pada hampir 40 persen bayi. Bentuknya berupa bintil-bintil kecil 1-2 mm, berwarna putih seperti mutiara atau kekuningan. Jumlahnya bisa sedikit atau banyak dan berkelompok. Biasanya terdapat di wajah, pipi, hidung, dagu, dahi, kadang di badan bagian atas, tungkai kemaluan, atau selaput lendir dalam rongga mulut.
Penyebabnya adalah adanya retensi keratin (zat-zat yang seharusnya dikeluarkan dari tubuh namun terhambat) dan kelenjar sebasea pada lapisan kulit bagian atas (superfisial). Milia tidak berbahaya sehingga tak memerlukan pengobatan khusus. Bisa hilang spontan pada 3-4 minggu setelah muncul. Yang harus diingat,jangan memencet-mencet untuk menghilangkannya karena bisa menimbulkan luka dan kemudian infeksi kuman.  

 ALERGI
 Umumnya, alergi pada bayi karena faktor makanan, terutama susu sapi. Yang jelas, jika dalam keluarga punya riwayat alergi, ada kemungkinan bayi pun alergi.
Jika Ibu-Bapak punya riwayat alergi, kemungkinan si kecil juga alergi sekitar 80 persen. Tapi jika salah satu orang tua saja yang alergi, kemungkinannya cuma 30 persen. "Jadi, alergi pada bayi hanya timbul bila ia punya faktor predisposisi atopi atau ada bakat alergi, yaitu keadaan dimana seseorang gampang membuat IgE atau immunoglobulin E," terang Dr. H. Syawitri P. Siregar, Sp.A(K), dari bagian imunologi FKUI.
Pada bayi atopi, terangnya lebih lanjut, IgE yang diproduksinya banyak atau dalam kadar tinggi. Sedangkan bayi bukan atopi, kadar IgE-nya normal. IgE adalah daya pertahanan tubuh yang melekat pada salah satu sel, yaitu sel mast. Nah, alergi terjadi lantaran alergen (faktor penyebab alergi) menempel pada IgE yang banyak dibentuk, hingga sel mast jadi pecah dan mengeluarkan mediator atau zat-zat, salah satunya histamin. Histamin inilah yang menyebabkan munculnya gejala-gejala alergi.
"Tentunya, selain bakat alergi diturunkan juga selalu ada faktor lingkungan," lanjut Syawitri. Adapun faktor penyebabnya, yaitu 1) makanan, seperti susu, telur, dan kacang-kacangan; 2) bahan-bahan hirupan, seperti debu rumah dan tungau debu yang berasal dari karpet atau boneka-boneka berbulu. Namun pada bayi, alergennya lebih karena faktor makanan. Sedangkan bahan-bahan hirupan lebih kerap jadi pemicu alergi pada anak usia sekitar 2-3 tahun.
GEJALA DAN PENGOBATAN
Alergi pada bayi bisa terjadi di kulit, usus, dan saluran napas (dari hidung, tenggorok, sampai cabang paru-paru). Pada kulit, sering ditemui di bagian pipi. Misal, pipi merah dan tampak kasar atau beruntusan, serta gatal. Selain, pipi juga basah dan berair. "Tapi nanti mereda dan gejala yang tampak itu menipis. Gejala ini bisa timbul kembali karena suatu sebab. Itulah tanda permulaan bayi alergi di kulit," tutur Syawitri.
Kadang, gejalanya juga muncul di kulit kepala dan seluruh tubuh. Biasanya akan ke daerah lipatan-lipatan seperti tangan atau lutut bila gejala ringan ini sudah beberapa lama tak diatasi. Gejalanya akan hilang timbul dan orang menyebutnya dengan eksema. Biasanya gejala di kulit yang disebut eksema ini mulai usia 6 bulan. Tapi jangan sampai dikelirukan dengan keringet buntet, ya, Bu-Pak, karena keringet buntet biasanya muncul di daerah leher.
Sedangkan alergi yang terjadi di usus, gejalanya dalam bentuk diare. "Usus bayi, kan, masih muda dan sistem imun di ususnya juga belum sempurna atau matang, hingga bahan makanan yang molekulnya besar-besar akan dilewatkan saja tanpa disaring atau dipilih lebih dulu. Nah, ini menyebabkan tubuhnya juga terangsang untuk membuat IgE hingga muncullah gejala alerginya." Tapi, jika bayi sudah agak besar, ususnya sudah berkembang baik hingga bisa menyerap makanan dengan baik pula, maka gejalanya hilang.
Akan halnya alergi di saluran napas, gejalanya bisa berupa bersin-bersin, napas berbunyi ngrok-ngrok karena banyak lendir, atau batuk-batuk. "Bahayanya bila kita tak tahu si kecil punya alergi di saluran napas, karena nantinya ia cepat menderita asma. Belum umur setahun sudah batuk terus dan kadang sesak."
Hati-hati, lo, Bu-Pak, jika si kecil kerap sesak napas. Ia memang tetap tumbuh namun tak berkembang, akan sakit-sakitan terus, batuk terus, dan berat badannya kurang. Pasalnya, anak yang kerap sesak napas berarti oksigen ke seluruh tubuh termasuk otak, jadi berkurang. Sementara napas yang berbunyi karena banyak lendir menyebabkan bayi sulit bernapas. Meski sebetulnya lendir itu reaksi tubuh untuk mengeluarkan benda asing yang ada di saluran napas atau suatu mekanisme pertahanan tubuhnya dari saluran napas, tapi jika terlalu banyak lendir atau hipersekresi, bayi jadi sulit bernapas.
Namun, semua gejala alergi tak bersifat menetap tapi hilang-timbul. Karena itu, alergi tak akan hilang. Pengobatan dilakukan dengan menghindarkan alergennya. Itulah perlunya kita tahu faktor penyebab alergi pada si kecil, ya, Bu-Pak. Jadi, bila si kecil alergi karena bahan-bahan hirupan, misal, ya, usahakan agar sekeliling rumah bebas debu, jangan pakai karpet, jangan beri mainan dari bulu, dan sebagainya.
Bila gejalanya tak jua hilang kendati alergennya sudah dihindarkannya, harus ditekan dengan obat. Misal, si kecil sering bersin dan hidungnya mampet, biasanya diberikan obat minum antihistamin. Obat ini bekerja berlawanan arah dengan histamin yang menyebabkan timbul gejala alergi.
SUSU SAPI
Mengingat alergi pada bayi lebih kerap disebabkan makanan, kita harus tahu makanan apa saja yang jadi alergennya. Sebenarnya tak sulit, kok, Bu-Pak, untuk mengetahuinya. Jika tiap kali diberi makanan tertentu timbul gejala seperti pipinya merah-merah atau ia mengalami diare, misal, tapi begitu makanan tersebut dihindarkan gejalanya pun menghilang, berarti ia alergi. "Seringnya, bayi alergi terhadap susu sapi. Tiap kali diberi susu sapi akan timbul reaksi. Gejalanya bisa segera atau sejam setelah itu. Bisa juga lambat semisal sampai 6 jam," tutur Syawitri.
Perlu diketahui, susu sapi juga bisa menyebabkan alergi di saluran napas. Bila histamin yang dikeluarkan -akibat pecahnya sel mast lantaran protein susu sapi menempel pada IgE- dibawa oleh peredaran darah ke saluran napas, menyebabkan penyempitan hingga membuat bayi jadi sesak napas dan napasnya berbunyi. "Memang, bisa juga terjadi proses peradangan yang menyebabkan banyak lendir di saluran napas hingga sering membuat napas berbunyi. Itu sebabnya, orang tua menganggap bayi bernapas demikian dikarenakan waktu lahir tak bersih penyedotan lendirnya, padahal bukan tak mungkin penyebabnya lantaran si bayi alergi terhadap susu sapi."
Bukan berarti bayi yang alergi susu sapi maka selamanya tak boleh minum susu sapi, lo. "Hanya bila timbul gejala dihindarkan dulu selama 6 bulan dan diganti susu kedelai. Setelah itu dicoba lagi. Bila masih timbul gejala, hindarkan lagi. Begitu seterusnya hingga ia toleran atau bisa menerima susu sapi." Umumnya, menjelang usia 2 tahun, sebagian besar anak sudah toleran terhadap susu sapi. Kendati ada pula yang sampai usia 5 tahun, meski dicoba tetap saja alergi hingga tak pernah minum susu sapi. "Tapi enggak masalah, kok. Toh, sejak usia setahun ia sudah bisa mengkonsumsi bermacam makanan seperti daging sapi, ayam, dan sebagainya, hingga proteinnya tak terganggu."
Bila si kecil ternyata juga alergi susu kedelai (sekitar 50 persen anak yang alergi susu sapi mengalaminya), ia perlu diberi susu sapi yang sudah dihidrolisasi (suatu proses dimana protein yang menyebabkan alergi dibuat jadi partikel-partikel kecil). Sayang, susu ini tak bisa kita ketahui dari ingridien kemasannya. Syawitri hanya menyebut Pepti Junior dan Pregestimil sebagai contoh susu tersebut dan menyarankan, "sebaiknya pemberian susu sapi yang harus dikonsumsi bayi agar dikonsultasikan pula pada dokter anak."
Untuk bayi yang alergi susu sapi, Syawitri pun minta kita agar memperhatikan ada-tidak kandungan susu sapi dalam biskuit atau bubur susu instan kala memulai pemberian makanan tambahan. "Umumnya, bubur susu instan mengandung susu sapi. Jadi, sebaiknya ibu membuat sendiri dari susu kacang kedelai yang dicampur tepung beras. Bila mau manis, bisa ditambah sedikit gula."
MAKANAN GULA
Sebenarnya, tutur Syawitri lebih lanjut, semua makanan bisa menimbulkan gejala alergi. Telur, misal, "sebaiknya diberikan saat bayi usia sekitar 6-7 bulan." Baru di usia menjelang 2 tahun, sebagaimana susu sapi, kebanyakan anak juga sudah toleran terhadap telur.
Akan halnya buah-buahan dan sayuran, umumnya jarang menimbulkan alergi tapi bukan berarti tak ada. "Mungkin hanya beberapa bayi yang mengalaminya, seperti ada yang diberikan jus tomat lalu muncul gejala alergi sekitar mulut tampak merah dan gatal. Ini yang disebut kontak dermatitis; terjadi karena begitu diberikan tomat, langsung bayi mengeluarkan histamin."
Saran Syawitri, sebaiknya pemberian makanan pada bayi dilakukan satu per satu. Misal, di usia 7 bulan beri bubur dengan sayuran dulu selama 2 minggu. Bila tak tampak gejala alergi karena sayuran, berikutnya campurkan daging, hati, atau lainnya, lalu lihat reaksinya. Dengan demikian, bila ada alergi akan ketahuan bahan makanan apa saja yang jadi penyebab atau alergennya. Nah, bahan makanan itulah yang harus dihindarkan.
Buat ibu menyusui, Syawitri mengingatkan agar memperhatikan konsumsi makanannya. Soalnya, bisa saja bayi alergi terhadap makanan yang dikonsumsi ibunya, hingga setelah menyusui timbul reaksi alergi. Jangan lupa, apa yang dimakan ibu, semuanya keluar di ASI. Misal, ibu makan seafood atau minum susu sapi. "Mungkin bagi ibu tak apa-apa, namun bayinya enggak tahan. Jadi, bila tahu bayinya alergi, ya, ibu harus menghindarkan makanan yang dicurigai sebagai alergennya." Misal, mengganti minum susu sapi dengan susu kedelai, atau makanan protein hewani diganti protein nabati seperti tahu dan tempe. Hentikan konsumsi makanan yang dicurigai itu selama dua minggu, lalu dicoba lagi. Jika masih timbul reaksi, hentikan lagi, lalu coba lagi, dan seterusnya.
Selain makanan, semua bahan yang menempel di kulit bayi juga bisa menimbulkan alergi. Misal, pewangi atau pelembut pakaian, baby oil, lotion, sabun, dan sebagainya. "Bahan-bahan tersebut bisa menyebabkan reaksi kontak dermatitis." Gejalanya, timbul rasa gatal, "lalu mungkin saja karena ada gesekan, sel-sel mast jadi pecah hingga tampak merah dan gatal." Itulah mengapa, anjurnya, sebaiknya bayi jangan diberikan segala macam bahan pada kulitnya karena kulitnya masih sangat sensitif.
Nah, kini sudah tahu, kan, Bu-Pak, apakah si kecil alergi atau tidak?
TES ALERGI
Selain melihat ada-tidak riwayat alergi dalam keluarga dan mengenali alergennya, untuk memastikan si kecil alergi-tidak juga bisa dilakukan lewat pemeriksaan darah untuk melihat kadar IgE-nya. Jika kadarnya tinggi disebut atopi atau bakat menjadi alergi.
Cara lain, tes alergi. "Namun pada bayi jarang dilakukan kecuali indikasinya kuat," ujar Syawitri. Soalnya, hasil tes alergi pada bayi sering palsu atau negatif. Maksudnya, alergi tak timbul padahal mungkin saja ia alergi. Hal ini terjadi lantaran kulit bayi masih halus sekali atau belum cukup matang, hingga sering hasilnya negatif dan harus dilakukan tes ulang. Biasanya tes alergi dilakukan bila anak sudah berusia 3 tahun.
"Sejauh ini gejala alergi yang timbul pada bayi bisa dikatakan ringan seperti mencret, merah-merah di kulit, dan gatal," kata Sjawitri. Namun begitu, ada juga yang bisa menyebabkan kematian dalam sekejap. "Gejala yang berat ini disebut anafilaksis. Penyebab kematiannya karena saluran napas bengkak hingga oksigen tak bisa masuk. Diduga lantaran bayi alergi susu sapi dalam waktu lama sejak di kandungan. Jadi, si ibu sewaktu hamil banyak mengkonsumsi susu sapi padahal ia alergi. Nah, susu itu menembus plasenta hingga janin banyak IgE-nya. Setelah lahir, ia pun langsung diberi susu sapi hingga histaminnya langsung banyak keluar dan ia tercekik sekali. Makanya, bila ibu alergi sesuatu makanan atau atopi, hindari makanan penyebabnya."

 SEMOGA BERMANFAAT
GBU

Tidak ada komentar: