Ini jelas bukan
masalah sepele. Kalau dibiarkan atau ditangani secara salah, bisa-bisa menjadi
lahan yang subur bagi tumbuhnya bakteri. Pada gilirannya akan menyebabkan
penyakit yang lebih parah. Apa saja masalah kulit pada anak dan bagaimana
penanganannya? Berikut penjelasan dari Dr. Susmeiati H. Sabardi, Sp.KK
dari RSAB Harapan Kita, Jakarta.
RUAM POPOK
Istilah kedokterannya eksim atau
dermatitis popok, yaitu kelainan kulit yang timbul akibat radang di daerah yang
tertutup popok. Biasanya di sekitar daerah kemaluan, lipatan paha, pantat, dubur,
dan perut bagian bawah.
Ruam popok sering timbul pada bayi atau
anak berusia di bawah 3 tahun yang masih menggunakan popok. Gejalanya, bila
ringan, hanya berupa kemerahan pada kulit di daerah yang tertutup popok. Bila
makin parah, timbul bintil-bintil merah, lecet/luka, bersisik, kadang basah,
dan bengkak. Bayi pun jadi rewel karena merasa nyeri ketika buang air kecil
atau buang air besar.
Ruam popok juga bisa mengakibatkan infeksi
jamur kandida ataupun infeksi bakteri. Tandanya, kulit makin merah dan basah,
lebih bengkak, dan bernanah.
* Penyebab
- Iritasi kulit pada daerah yang tertutup
popok karena cara pemakaiannya tak benar.
- Tak segera mengganti popok setelah
bayi/anak buang air kecil atau besar. Urin dan feses (tinja) yang tidak segera
dibersihkan akan membentuk amonia dan meningkatkan keasaman (pH) kulit sehingga
akhirnya menyebabkan iritasi.
- Terlalu lama tidak mengganti popok sekali
pakai dapat membuat kulit jadi lembab, panas, lebih rentan terhadap gesekan,
serta mudah teriritasi.
- Popok kain tidak dibilas bersih setelah
dicuci dengan deterjen atau bahan pemutih. Sisa deterjen atau pemutih dapat
menjadi penyebab iritasi.
* Pencegahan
- Kurangi kelembapan dan gesekan kulit
dengan popok dengan segera menggantinya. Terutama setelah buang air besar.
- Ganti popok sekali pakai bila tampungan
urin sudah penuh. Dapat dilihat bila popok sudah terlihat berat dan tebal.
- Sering-seringlah memeriksa popok supaya
tak terlambat diganti. Terutama pada pemakaian malam hari.
- Sewaktu mengganti popok, bersihkan dulu
daerah sekitar kemaluan secara lembut dengan air hangat. Boleh juga gunakan
sabun bayi yang lembut setelah bayi buang air besar, kemudian bilas dengan
guyuran air supaya kotoran larut dan terlepas. Keringkan dengan handuk atau
kain yang lembut, angin-anginkan sebentar sebelum dipakaikan popok yang baru. -
Bedak, krim, atau salep untuk bayi, boleh digunakan sekadar mengurangi gesekan
saja. Namun jangan gunakan bedak atau salep bila kulit belum dibersihkan dan
dikeringkan. Terlebih saat masih basah oleh urin dan ada luka. Bedak atau salep
justru akan menggumpal di daerah yang basah dan akhirnya mempermudah timbulnya
infeksi jamur maupun bakteri.
- Biarkan bayi tidak memakai popok selama
2-3 jam sehari agar kulit bisa "bernapas", tidak panas, dan lembap.
- Hindari penggunaan popok yang terlalu
ketat, terbuat dari bahan yang kaku dan tebal, terlalu menutup, atau bahkan
yang terbuat dari plastik.
- Pilih popok yang baik, terbuat dari
katun, serta lembut.
- Hindari popok sekali pakai yang mengandung
parfum, pilih yang berdaya serap tinggi, serta pas di tubuh anak.
* Penanggulangan
1. Stadium ringan
- Segera ganti popok tiap kali buang air
kecil dan buang air besar. Bersihkan dengan air hangat, bila perlu dengan sabun
bayi yang lembut. Bilas dengan air sampai bersih dan keringkan.
- Oleskan krim/salep khusus untuk
melindungi kulit yang sedang radang.
- Bila luka membasah, kompres dengan air
garam atau air formula PK selama 1/2- 1 jam sebanyak 2-3 kali sehari sampai
kulit kering. Setelah itu, angin-anginkan. Olesi luka dengan losion/krim yang
mengandung air sebagai langkah berikutnya.
2. Radang masih berlanjut & tambah
parah
- Segera bawa ke dokter.
KERAK KEPALA
Sering juga disebut sarap atau borokan.
Dalam istilah kedokteran, disebut craddle cap atau dermatitis seboroik,
yaitu kelainan kulit pada kepala berupa sisik berminyak, tebal, lengket, dan
biasanya berwarna kemerahan.
* Penyebab
Tak diketahui secara pasti. Namun dari
penelitian yang pernah dilakukan, kerak kepala diketahui sebagai peradangan
kulit di daerah yang berminyak (seboroik) karena ada gangguan pada kelenjar
minyak. Kelainan ini juga bersifat genetik (diturunkan). Pada bayi baru lahir
hal ini sering terjadi karena aktivitas kelenjar sebasea yang meningkat oleh
pengaruh stimulasi hormon androgen dari ibu saat hamil. Biasanya mulai timbul
pada usia 2-3 minggu (bulan pertama).
* Penanggulangan
- Bersihkan dengan hati-hati karena kulit
kepala bayi masih halus dan tipis.
- Meski tak berbahaya, bila dibiarkan
terkesan kotor dan tak enak dilihat. Bisa pula menjadi sumber infeksi karena
menjadi tempat tumbuhnya bakteri.
- Kerak kepala juga akan menghambat
keluarnya keringat. Bila dibiarkan, lapisan sel kulit yang mati akan makin
banyak dan akhirnya timbul biang keringat, bisul, atau abses di kepala. Dalam
jangka panjang, dapat bertambah berat dan meluas ke seluruh tubuh yang disebut
entroderma yang pada bayi dikenal sebagai penyakit lemier.
- Sebaiknya bawa ke dokter. Pasien biasanya
akan diberi minyak kelapa yang telah dicampur zat antiseboroik. Caranya,
oleskan di kulit kepala yang berkerak dan biarkan semalaman. Esok paginya
bersihkan dengan sisir bergigi rapat, lepaskan kerak pelahan-lahan dari kepala
bayi. Setelah itu, keramasi dengan sampo bayi, keringkan, lalu oleskan krim obat
dari dokter yang biasanya berisi steroid sebagai zat antiperadangan. Jika
perawatan dilakukan dengan benar, kerak kepala akan sembuh dalam hitungan hari.
- Agar tak muncul lagi, mandikan dan
keramasi bayi dengan bersih dan rutin.
BIANG KERINGAT
Istilah kedokterannya miliaria. Awam
sering menyebutnya keringat buntet atau prickle heat. Merupakan kelainan
kulit yang sering ditemukan pada bayi dan balita, kadang orang dewasa. Hal ini
disebabkan produksi keringat yang berlebihan, disertai sumbatan pada saluran
kelenjar keringat. Biasanya anggota badan yang diserang adalah dahi, leher,
kepala, dada, punggung, atau tempat-tempat tertutup yang mengalami gesekan
dengan pakaian.
Keluhan yang timbul biasanya berupa rasa
gatal seperti ditusuk-tusuk, kulit kemerahan dan disertai gelembung-gelembung
kecil berisi cairan jernih seperti kristal bening (1-2 mm). Gelembung bisa
tersebar di seluruh permukaan kulit atau berkelompok pada bagian tertentu saja.
* Penyebab
- Udara yang panas dan lembab pada ruangan
dengan ventilasi kurang baik.
- Memakai pakaian yang terlalu tebal dan
ketat. Tekanan dan gesekan pakaian berpengaruh meningkatkan suhu tubuh.
- Aktivitas yang berlebihan pada anak
kecil, misalnya ketika sedang bermain.
- Badan panas atau demam.
* Pencegahan
- Mandikan bayi secara teratur 2 kali
sehari.
- Bila berkeringat, seka tubuhnya sesering
mungkin dengan handuk, lap kering, atau waslap basah. Jika dengan waslap
basah,sesudahnya keringkan dengan handuk lembut. Setelah itu, lipatan-lipatan
tubuhnya boleh ditaburi bedak bayi tipis-tipis. Lebih baik jika bedak khusus
untuk biang keringat.
- Hindari pemakaian bedak berulang-ulang
tanpa mengeringkan keringat terlebih dahulu karena dapat memperparah
penyumbatan dan memudahkan terjadinya infeksi bakteri atau jamur.
- Sebaiknya kenakan pakaian katun untuk
anak-anak. - Jangan mengonsumsi makanan dan minuman yang masih panas.
* Penanggulangan
- Pada pripsipnya, tak perlu pengobatan
khusus. Cukup dengan merawat kulit bayi secara benar dan bersih.
- Bila biang keringat berupa gelembung
kecil tanpa kemerahan pada kulit, kering, dan tanpa keluhan, bayi cukup diberi
bedak tabur/bedak kocok segera setelah mandi.
- Jika biang keringat menjadi luka yang
basah, jangandibedaki karena akan timbul gumpalan-gumpalan yang memperparah
sumbatan kelenjar keringat dan menjadi sarang kuman yang dapat menyebabkan
infeksi. - Untuk keluhan yang parah, gatal, pedih, luka atau lecet,
rewel dan sulit tidur, segera bawa ke dokter.
- Bila timbul bisul, jangan dipijit
karenakuman akan menyebar dan meluas ke permukaan kulit lainnya.
BERUNTUS LEMAK/JERAWAT
Kelainan ini diturunkan dari orang tua
tapi akan hilang dengan sendirinya tanpa pengobatan (transient). Ada dua
macam beruntusan/jerawat yang ditemukan pada bayi:
* JERAWAT KOMEDO (akul neonatorum)
Sekitar 50 persen bayi mengalaminya,
biasanya timbul pada usia 2-4 minggu, dan dapat berubah jadi bernanah. Jerawat
bisa bertahan sampai bayi berusia 8 bulan, setelah itu akan hilang sendiri
tanpa pengobatan. Biasanya terdapat di muka, dada, dan punggung.
Hingga kini belum diketahui penyebabnya.
Diduga akibat kadar androgen yang tinggi pada kelenjar sebasea (minyak) yang
diperoleh bayi melaui plasenta (ari-ari ibu). Pada kasus ringan, penanggulangan
cukup dengan memandikan bayi.
* JERAWAT BATU (milia)
Ditemukan pada hampir 40 persen bayi.
Bentuknya berupa bintil-bintil kecil 1-2 mm, berwarna putih seperti mutiara
atau kekuningan. Jumlahnya bisa sedikit atau banyak dan berkelompok. Biasanya
terdapat di wajah, pipi, hidung, dagu, dahi, kadang di badan bagian atas,
tungkai kemaluan, atau selaput lendir dalam rongga mulut.
Penyebabnya adalah adanya retensi keratin
(zat-zat yang seharusnya dikeluarkan dari tubuh namun terhambat) dan kelenjar
sebasea pada lapisan kulit bagian atas (superfisial). Milia tidak berbahaya
sehingga tak memerlukan pengobatan khusus. Bisa hilang spontan pada 3-4 minggu
setelah muncul. Yang harus diingat,jangan memencet-mencet untuk
menghilangkannya karena bisa menimbulkan luka dan kemudian infeksi kuman.
ALERGI
Umumnya, alergi
pada bayi karena faktor makanan, terutama susu sapi. Yang jelas, jika dalam
keluarga punya riwayat alergi, ada kemungkinan bayi pun alergi.
Jika Ibu-Bapak punya riwayat alergi,
kemungkinan si kecil juga alergi sekitar 80 persen. Tapi jika salah satu orang
tua saja yang alergi, kemungkinannya cuma 30 persen. "Jadi, alergi pada
bayi hanya timbul bila ia punya faktor predisposisi atopi atau ada bakat
alergi, yaitu keadaan dimana seseorang gampang membuat IgE atau immunoglobulin
E," terang Dr. H. Syawitri P. Siregar, Sp.A(K), dari bagian
imunologi FKUI.
Pada bayi atopi, terangnya lebih lanjut,
IgE yang diproduksinya banyak atau dalam kadar tinggi. Sedangkan bayi bukan
atopi, kadar IgE-nya normal. IgE adalah daya pertahanan tubuh yang melekat pada
salah satu sel, yaitu sel mast. Nah, alergi terjadi lantaran alergen (faktor
penyebab alergi) menempel pada IgE yang banyak dibentuk, hingga sel mast jadi
pecah dan mengeluarkan mediator atau zat-zat, salah satunya histamin. Histamin
inilah yang menyebabkan munculnya gejala-gejala alergi.
"Tentunya, selain bakat alergi
diturunkan juga selalu ada faktor lingkungan," lanjut Syawitri. Adapun
faktor penyebabnya, yaitu 1) makanan, seperti susu, telur, dan kacang-kacangan;
2) bahan-bahan hirupan, seperti debu rumah dan tungau debu yang berasal dari
karpet atau boneka-boneka berbulu. Namun pada bayi, alergennya lebih karena
faktor makanan. Sedangkan bahan-bahan hirupan lebih kerap jadi pemicu alergi
pada anak usia sekitar 2-3 tahun.
GEJALA DAN PENGOBATAN
Alergi pada bayi bisa terjadi di kulit,
usus, dan saluran napas (dari hidung, tenggorok, sampai cabang paru-paru). Pada
kulit, sering ditemui di bagian pipi. Misal, pipi merah dan tampak kasar atau
beruntusan, serta gatal. Selain, pipi juga basah dan berair. "Tapi nanti
mereda dan gejala yang tampak itu menipis. Gejala ini bisa timbul kembali
karena suatu sebab. Itulah tanda permulaan bayi alergi di kulit," tutur
Syawitri.
Kadang, gejalanya juga muncul di kulit
kepala dan seluruh tubuh. Biasanya akan ke daerah lipatan-lipatan seperti
tangan atau lutut bila gejala ringan ini sudah beberapa lama tak diatasi.
Gejalanya akan hilang timbul dan orang menyebutnya dengan eksema. Biasanya
gejala di kulit yang disebut eksema ini mulai usia 6 bulan. Tapi jangan sampai
dikelirukan dengan keringet buntet, ya, Bu-Pak, karena keringet
buntet biasanya muncul di daerah leher.
Sedangkan alergi yang terjadi di usus,
gejalanya dalam bentuk diare. "Usus bayi, kan, masih muda dan sistem imun
di ususnya juga belum sempurna atau matang, hingga bahan makanan yang
molekulnya besar-besar akan dilewatkan saja tanpa disaring atau dipilih lebih
dulu. Nah, ini menyebabkan tubuhnya juga terangsang untuk membuat IgE hingga
muncullah gejala alerginya." Tapi, jika bayi sudah agak besar, ususnya
sudah berkembang baik hingga bisa menyerap makanan dengan baik pula, maka
gejalanya hilang.
Akan halnya alergi di saluran napas,
gejalanya bisa berupa bersin-bersin, napas berbunyi ngrok-ngrok karena
banyak lendir, atau batuk-batuk. "Bahayanya bila kita tak tahu si kecil
punya alergi di saluran napas, karena nantinya ia cepat menderita asma. Belum
umur setahun sudah batuk terus dan kadang sesak."
Hati-hati, lo, Bu-Pak, jika si kecil kerap
sesak napas. Ia memang tetap tumbuh namun tak berkembang, akan sakit-sakitan
terus, batuk terus, dan berat badannya kurang. Pasalnya, anak yang kerap sesak
napas berarti oksigen ke seluruh tubuh termasuk otak, jadi berkurang. Sementara
napas yang berbunyi karena banyak lendir menyebabkan bayi sulit bernapas. Meski
sebetulnya lendir itu reaksi tubuh untuk mengeluarkan benda asing yang ada di
saluran napas atau suatu mekanisme pertahanan tubuhnya dari saluran napas, tapi
jika terlalu banyak lendir atau hipersekresi, bayi jadi sulit bernapas.
Namun, semua gejala alergi tak bersifat
menetap tapi hilang-timbul. Karena itu, alergi tak akan hilang. Pengobatan
dilakukan dengan menghindarkan alergennya. Itulah perlunya kita tahu faktor
penyebab alergi pada si kecil, ya, Bu-Pak. Jadi, bila si kecil alergi karena
bahan-bahan hirupan, misal, ya, usahakan agar sekeliling rumah bebas debu,
jangan pakai karpet, jangan beri mainan dari bulu, dan sebagainya.
Bila gejalanya tak jua hilang kendati
alergennya sudah dihindarkannya, harus ditekan dengan obat. Misal, si kecil
sering bersin dan hidungnya mampet, biasanya diberikan obat minum antihistamin.
Obat ini bekerja berlawanan arah dengan histamin yang menyebabkan timbul gejala
alergi.
SUSU SAPI
Mengingat alergi pada bayi lebih kerap
disebabkan makanan, kita harus tahu makanan apa saja yang jadi alergennya.
Sebenarnya tak sulit, kok, Bu-Pak, untuk mengetahuinya. Jika tiap kali diberi
makanan tertentu timbul gejala seperti pipinya merah-merah atau ia mengalami
diare, misal, tapi begitu makanan tersebut dihindarkan gejalanya pun
menghilang, berarti ia alergi. "Seringnya, bayi alergi terhadap susu sapi.
Tiap kali diberi susu sapi akan timbul reaksi. Gejalanya bisa segera atau sejam
setelah itu. Bisa juga lambat semisal sampai 6 jam," tutur Syawitri.
Perlu diketahui, susu sapi juga bisa
menyebabkan alergi di saluran napas. Bila histamin yang dikeluarkan -akibat
pecahnya sel mast lantaran protein susu sapi menempel pada IgE- dibawa oleh
peredaran darah ke saluran napas, menyebabkan penyempitan hingga membuat bayi
jadi sesak napas dan napasnya berbunyi. "Memang, bisa juga terjadi proses
peradangan yang menyebabkan banyak lendir di saluran napas hingga sering
membuat napas berbunyi. Itu sebabnya, orang tua menganggap bayi bernapas
demikian dikarenakan waktu lahir tak bersih penyedotan lendirnya, padahal bukan
tak mungkin penyebabnya lantaran si bayi alergi terhadap susu sapi."
Bukan berarti bayi yang alergi susu sapi
maka selamanya tak boleh minum susu sapi, lo. "Hanya bila timbul gejala
dihindarkan dulu selama 6 bulan dan diganti susu kedelai. Setelah itu dicoba
lagi. Bila masih timbul gejala, hindarkan lagi. Begitu seterusnya hingga ia
toleran atau bisa menerima susu sapi." Umumnya, menjelang usia 2 tahun,
sebagian besar anak sudah toleran terhadap susu sapi. Kendati ada pula yang
sampai usia 5 tahun, meski dicoba tetap saja alergi hingga tak pernah minum
susu sapi. "Tapi enggak masalah, kok. Toh, sejak usia setahun ia sudah
bisa mengkonsumsi bermacam makanan seperti daging sapi, ayam, dan sebagainya,
hingga proteinnya tak terganggu."
Bila si kecil ternyata juga alergi susu
kedelai (sekitar 50 persen anak yang alergi susu sapi mengalaminya), ia perlu
diberi susu sapi yang sudah dihidrolisasi (suatu proses dimana protein yang
menyebabkan alergi dibuat jadi partikel-partikel kecil). Sayang, susu ini tak bisa
kita ketahui dari ingridien kemasannya. Syawitri hanya menyebut Pepti Junior
dan Pregestimil sebagai contoh susu tersebut dan menyarankan, "sebaiknya
pemberian susu sapi yang harus dikonsumsi bayi agar dikonsultasikan pula pada
dokter anak."
Untuk bayi yang alergi susu sapi, Syawitri
pun minta kita agar memperhatikan ada-tidak kandungan susu sapi dalam biskuit
atau bubur susu instan kala memulai pemberian makanan tambahan. "Umumnya,
bubur susu instan mengandung susu sapi. Jadi, sebaiknya ibu membuat sendiri
dari susu kacang kedelai yang dicampur tepung beras. Bila mau manis, bisa
ditambah sedikit gula."
MAKANAN GULA
Sebenarnya, tutur Syawitri lebih lanjut,
semua makanan bisa menimbulkan gejala alergi. Telur, misal, "sebaiknya
diberikan saat bayi usia sekitar 6-7 bulan." Baru di usia menjelang 2
tahun, sebagaimana susu sapi, kebanyakan anak juga sudah toleran terhadap
telur.
Akan halnya buah-buahan dan sayuran,
umumnya jarang menimbulkan alergi tapi bukan berarti tak ada. "Mungkin
hanya beberapa bayi yang mengalaminya, seperti ada yang diberikan jus tomat
lalu muncul gejala alergi sekitar mulut tampak merah dan gatal. Ini yang
disebut kontak dermatitis; terjadi karena begitu diberikan tomat, langsung bayi
mengeluarkan histamin."
Saran Syawitri, sebaiknya pemberian
makanan pada bayi dilakukan satu per satu. Misal, di usia 7 bulan beri bubur
dengan sayuran dulu selama 2 minggu. Bila tak tampak gejala alergi karena
sayuran, berikutnya campurkan daging, hati, atau lainnya, lalu lihat reaksinya.
Dengan demikian, bila ada alergi akan ketahuan bahan makanan apa saja yang jadi
penyebab atau alergennya. Nah, bahan makanan itulah yang harus dihindarkan.
Buat ibu menyusui, Syawitri mengingatkan
agar memperhatikan konsumsi makanannya. Soalnya, bisa saja bayi alergi terhadap
makanan yang dikonsumsi ibunya, hingga setelah menyusui timbul reaksi alergi.
Jangan lupa, apa yang dimakan ibu, semuanya keluar di ASI. Misal, ibu makan seafood
atau minum susu sapi. "Mungkin bagi ibu tak apa-apa, namun bayinya enggak
tahan. Jadi, bila tahu bayinya alergi, ya, ibu harus menghindarkan makanan yang
dicurigai sebagai alergennya." Misal, mengganti minum susu sapi dengan
susu kedelai, atau makanan protein hewani diganti protein nabati seperti tahu
dan tempe. Hentikan konsumsi makanan yang dicurigai itu selama dua minggu, lalu
dicoba lagi. Jika masih timbul reaksi, hentikan lagi, lalu coba lagi, dan
seterusnya.
Selain makanan, semua bahan yang menempel
di kulit bayi juga bisa menimbulkan alergi. Misal, pewangi atau pelembut
pakaian, baby oil, lotion, sabun, dan sebagainya. "Bahan-bahan
tersebut bisa menyebabkan reaksi kontak dermatitis." Gejalanya, timbul
rasa gatal, "lalu mungkin saja karena ada gesekan, sel-sel mast jadi pecah
hingga tampak merah dan gatal." Itulah mengapa, anjurnya, sebaiknya bayi
jangan diberikan segala macam bahan pada kulitnya karena kulitnya masih sangat
sensitif.
Nah, kini sudah tahu, kan, Bu-Pak, apakah
si kecil alergi atau tidak?
TES ALERGI
Selain melihat ada-tidak riwayat alergi
dalam keluarga dan mengenali alergennya, untuk memastikan si kecil alergi-tidak
juga bisa dilakukan lewat pemeriksaan darah untuk melihat kadar IgE-nya. Jika
kadarnya tinggi disebut atopi atau bakat menjadi alergi.
Cara lain, tes alergi. "Namun pada
bayi jarang dilakukan kecuali indikasinya kuat," ujar Syawitri.
Soalnya, hasil tes alergi pada bayi sering palsu atau negatif. Maksudnya,
alergi tak timbul padahal mungkin saja ia alergi. Hal ini terjadi lantaran
kulit bayi masih halus sekali atau belum cukup matang, hingga sering hasilnya negatif
dan harus dilakukan tes ulang. Biasanya tes alergi dilakukan bila anak sudah
berusia 3 tahun.
"Sejauh ini gejala alergi yang timbul
pada bayi bisa dikatakan ringan seperti mencret, merah-merah di kulit, dan
gatal," kata Sjawitri. Namun begitu, ada juga yang bisa menyebabkan
kematian dalam sekejap. "Gejala yang berat ini disebut anafilaksis.
Penyebab kematiannya karena saluran napas bengkak hingga oksigen tak bisa
masuk. Diduga lantaran bayi alergi susu sapi dalam waktu lama sejak di
kandungan. Jadi, si ibu sewaktu hamil banyak mengkonsumsi susu sapi padahal ia
alergi. Nah, susu itu menembus plasenta hingga janin banyak IgE-nya. Setelah
lahir, ia pun langsung diberi susu sapi hingga histaminnya langsung banyak
keluar dan ia tercekik sekali. Makanya, bila ibu alergi sesuatu makanan atau
atopi, hindari makanan penyebabnya."
SEMOGA BERMANFAAT
GBU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar